
Saatnya ”Aku” Tak Lagi Ada
Penerbit : Alenia, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, tahun 2006.
Tebal : 88 halaman.
Harga : Rp 15.000
Puisi yang tersusun dalam buku ini kaya dengan thausiah (nasehat) untuk memperbaiki diri insan manusia agar hidup menjadi mulia dan jauh dari laknat Allah. Puisi ini ditulis oleh seorang Putera Melayu yang mengingatkan saya pada gaya penulisan Gurindam Dua Belas buah karya Raja Ali Haji seorang Raja Melayu yang berasal dari Riau. Puisi ini sangat indah yang penuh taburan nuansa dakwah.
Intinya, anak muda ini pernah mengalami suatu situasi kejiwaan yang disebut sebagai skizoprenia (psikosis). Sebagaimana yang tertuang di dalam prosa-prosa lirisnya, pergulatan lahir dan batin penulisnya terasa bergejolak. Dia sedang terjebak dalam suatu dimensi entah, pikirku. Aku punya harapan besar, suatu saat Bahril akan terbebas secara mental dari penyakitnya, dari masa kelamnya. Kemudian menyatukan segenap enerjinya dalam bentuk karya yang bermakna. Jadi, kita tunggu saja saat itu untuk seorang Bahril Hidayat. Selamat!
Keterangan:
Lebih jauh lagi, berdasarkan terminologi itu penulis kembangkan ide aku dan "aku" kepada konsep ego (hawa nafsu) dan hati nurani. Oleh karena itu, pada buku penerbit mendesain tulisan di cover dengan kalimat Diilhami dari Kisah Nyata karena konsep aku dan "aku" tersebut, termasuk keputusan penulis untuk memasukkan fenomena-fenomena yang ia alami ke dalam puisi-puisinya. Penerapan fenomena itu ke dalam sebuah puisi merupakan teknik NLP yang efektif untuk menciptakan keadaan sublimasi menurut persepektif Psikoanalisa, khususnya menyusun (sublimasi) Defence Mechanism yang sehat. Selanjutnya ide aku dan "aku" tersebut ia paparkan dalam buku-buku lainnya yang berbentuk puisi, prosa liris, maupun pati kata.
Kunjungi DH Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar