Psikologi

Gilakah Aku?




“Begini aja pak. Ringkasnya, penyakit Bahril diluar wilayah kemampuan medis saya. Saya menyarankan Bapak agar membawa dia ke Psikiater!” jawab dokter Herman.

Ayahku tertunduk lemas karena terkejut. Bahasa tubuhnya mampu meluluhkan perasaan Dokter Herman untuk menjelaskan lebih lanjut.


“Besar kemungkinan dia depresi berat Pak. Gejala penyakitnya bukanlah penyakit fisik, bronchitis, atau penyakit lainnya. Namun lebih mengarah ke psikosomatis dan hipokondriasis. Atau barangkali sudah mulai mengarah ke psikosis,” lanjut Dokter Herman.

“Apa maksudnya Dokter?” tanya ayahku tak mengerti dengan istilah medis tersebut.

“Itu baru asumsi saya. Untuk kepastiannya, saya sarankan secepatnya dirujuk ke psikiater!” kata dokter Herman.


Wajah ayahku kembali terlihat kecewa.


“Baiklah Pak. Begini, laporan para perawat yang mengawasinya selama tiga hari ini yang mendukung asumsi saya tersebut. Dia selalu mengigau saat tidur, berteriak, bahkan melaporkan melihat yang bukan-bukan. Di malam kedua dia dirawat di sini perawat melaporkan bahwa dia mengamuk dan marah-marah. Namun jika ditanya dia mengaku tak ingat.”


Ayahku semakin terkejut dan bibirnya mulai membiru.


“Bapak tak apa-apa?” tanya dokter Herman melihat gelagat tak baik dari wajah ayahku.


“Tak apa-apa dokter,” jawab ayahku.


“Mari kita duduk dulu pak,” ajak dokter Herman.


“Tarik nafas yang panjang pak. Biar agak rileks,” sambungnya.


“Maksud Dokter, anak saya gila?” tanya ayahku setelah menghela nafas panjang.


“Saya tidak berani menjawab pertanyaan itu pak. Oleh karena itu, semakin cepat ke Psikiater semakin baik. Biar Psikiater yang menjawab dan menjelaskannya. Yang paling penting Bapak dan keluarga harus banyak bersabar menghadapi Bahril untuk beberapa waktu ke depan,” pesan Dokter Herman.


“Baik Dokter. Terima kasih banyak,” ujar ayahku sambil menyalam Dokter Herman.

***


Fragmen dialog di atas merupakan kutipan dialog dari buku memoar penulis yang berjudul Aku Sadar Aku Gila (Zikrul Hakim, 2007). Percakapan tersebut menggambarkan kondisi mental yang sangat kacau akibat depresi. Dokter Herman menggunakan istilah psikosis, depresi, psikosomatis dan hipokondriasis. Dalam tulisan ini, penulis akan menjabarkan tentang apa yang dimaksud dengan depresi, psikosomatis, dan psikosis agar kita mengetahui sejauh mana kesehatan mental kita dan orang-orang terdekat ditinjau dari sudut pandang teoritis dan pengalaman langsung penulis yang pernah mengalami gejala-gejala tersebut selama 3 tahun.


Depresi
Menurut Hawari (2004) depresi adalah satu satu gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder). Gejala klinis depresi adalah, perasaan murung, gairah hidup menurun, sedih, dan merasa tidak berdaya, nafsu makan menurun, berat badan menurun, konsentrasi dan daya ingat menurun, gangguan tidur, mencakup insomnia (susah tidur) dan hipersomnia (terlalu banyak tidur), hilangnya rasa senang, semangat, minat, hobi, penurunan kreativitas dan produktivitas, gangguan seksual (turunnya libido), pikiran-pikiran tentang bunuh diri (kematian).


Depresi merupakan dampak patologis dari stressor (pemicu stres) yang dialami secara intens dan destruktif. Dalam kehidupan sehari-hari selalu ada stimulus dari lingkungan yang bisa memicu stress. Akan tetapi, pada tahap awal stress justru menjadi penyaluran positif jika kondisi mental ini ini bisa dimanajemen dengan baik. Hal itu bisa dirasakan oleh sebagian besar pekerja yang harus menyelesaikan tugas dan kewajibannya tepat waktu meski ia sedang menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya. Tentu saja, manajemen stress itu harus diiringi dengan manajemen kecemasan yang baik pula. Jika hal itu tidak dilakukan, maka depresi merupakan salah satu dari kesalahan individu dalam merespon stressor dan manajemen kecemasannya.


Di sisi lain, ada dua reaksi umum dari individu yang cemas, yaitu menghadapi atau lari dari stressor. Jika manajemen kecemasan berjalan dengan baik, maka keputusan individu akan diambil dalam waktu yang cepat dan kalkulasi yang tepat pula. Misal, seseorang yang sedang mengendarai mobil dalam keadaan hujan lebat, dia akan cepat memutuskan untuk berhenti di tempat yang aman setelah ia perhitungkan tentang kemungkinan buruk yang bisa terjadi jika ia tetap mengendarai mobil, yaitu resiko kecelakaan yang tinggi (dalam kondisi hujan lebat yang mempengaruhi jarak pandangnya). Dalam hal ini, ia putuskan untuk berhenti menyupir (“lari dari hujan”) demi keselamatannya. Inilah fungsi sederhana dari kecemasan jika manajemennya baik. Jika manajemen kecemasan kurang dilatih dengan cepat dan tepat, individu sering mengalami hal lain yang lebih buruk, tidak hanya kecelakaan mobil (jika dikaitkan dengan contoh tersebut), tapi gejala klinis lain yang lebih parah, misalnya psikosomatis.



Psikosomatis
Psikosomatik adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan psikologis. Menurut Supratiknya (1995) ada beberapa bentuk pola gejala psikosomatik klasik, yaitu tukak lambung, anorexia nervosa, migrain, hipertensi, dan serangan jantung. Penulis akan menjabarkan sebagian dari gangguan tersebut, yaitu tukak lambung, migrain dan hipertensi. Hal itu penulis lakukan karena tiga dari jenis psikosomatis itu umum terjadi di sekitar kita namun sosialisasi tentang penyakit ini masih relatif rendah.


Secara umum tukak lambung adalah luka pada lambung akibat pengeluaran (sekresi) asam lambung yang berlebihan. Terbukti, emosi-emosi negative seperti kebencian, sedih, agresi, kecemasan dapat merangsang asam lambung secara berlebihan. Akibatnya, lambung melakukan pencernaan terhadap dirinya sendiri. Dalam hal ini, kecemasan sebagai dasar asumsi penulis juga menjadi penyebab tukak lambung. Sedangkan migrain adalah gejala pusing yang terjadi berulang-ulang dan sangat nyeri secara periodic. Kadang-kadang gejala ini hanya dirasakan di salah satu belahan kepala, di saat lain menyerang seluruh kepala. Jenis psikosomatik ini lebih sering menyerang kaum perempuan dibarnding kaum laki-laki (4 banding 1). Penyebabnya adalah pembesaran pembuluh darah akibat dari ketegangan emosi, termasuk kecemasan yang berlebihan (lihat Supratiknya, 1995:51). Berbeda dengan migrain, hipertensi (Supratiknya, 1995) merupakan penyempitan pembuluh darah pada organ-organ dalam. Akibatnya darah dialirkan dalam jumlah yang besar ke otot-otot tubuh, tangan dan kaki sehingga bagian-bagian tersebut terasa tegang. Akibat dari yang lebih serius, jantung bekerja lebih keras dan cepat dan tekanan darah meningkat. Pada tahap yang kronis, hal ini menjadi hipertensi. Hal itu terjadi juga disebabkan oleh stress yang belum juga hilang. Jadi, selama individu belum menyelesaikan stressnya, maka respon hipertensi akan menjadi salah satu reaksi fisiologis yang menyertainya.


Psikosis
Psikosis merupakan gangguan psikologis berat yang ditandai oleh terpecahnya kepribadian, halusinasi (persepsi; penginderaan yang keliru) dan delusi (keyakinan yang keliru tentang dirinya). Ada dua jenis psikosis, yaitu organic dan fungsional. Jenis organic disebabkan oleh gangguan pada organ tubuh penderita, misal otak, sedangkan fungsional disebabkan oleh gangguan hantaran neurotransmitter, yaitu zat kimiawi dalam tubuh manusia yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis (lihat Hawari, 2004).


Skizofrenik adalah bagian dari psikosis (jenis lainnya kepribadian ganda atau split personality). Jenis skizofrenik ini sangat beragam, sulit bagi penulis untuk menjabarkan gangguan jiwa berat ini dalam tulisan yang ringkas. Intinya, gejala umum dari skizofrenik distorsi berat atas realitas, menarik diri dari interaksi social, disorganisasi (ketidakmampuan mengolah) persepsi, pikiran, emosi secara normal dan mapan. Dengan kata lain, istilah skizofrenik yang popular di kalangan publik adalah gila.


Pengalaman penulis memasuki alam skizofrenik adalah bertolak dari kecemasan yang berlebihan, stress yang berkepanjangan, depresi, hingga menapaki dunia skizofrenik. Meskipun para ahli umumnya berpendapat bahwa jenis penyakit ini sulit untuk disembuhkan (prognosis negative), tapi tidak dari sudut pandang penulis. Koordinasi yang baik dari psikiater, psikolog dan agamawan adalah kombinasi terapi yang memberikan jalan kesembuhan bagi penulis dalam waktu 3 tahun.


Akhirnya, ada baiknya kita merenungkan realitas-realitas yang ada di dalam diri kita, lingkungan dan ruang lingkup antarnegara. Saat ini, stressor kecemasan dan gangguan psikologis terjadi dengan cepat dan beruntun. Kita harus menjadi individu yang mampu memisahkan stimulus dari lingkungan (ekstrinsik) dan respon yang adaptif dan sehat (intrinsik). Tentu saja, standar kesehatan yang baik adalah standar baku dari sudut pandang spiritual dan psikologis-psikiatri. Masalah peperangan, inflasi, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan napza merupakan stressor utama yang sering terjadi belakangan ini sebagai akibat kesalahan respon (intrinsic) manusia terhadap situmulus (ekstrinsik). Bahkan, hal itu bisa mengarah kepada depresi dan psikosis jika kita tidak mampu memanajemen diri dengan baik sebagai individu yang bebas dan bertanggung-jawab secara personal, sosial dan spiritual. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kegilaan akan menjadi bagian dari kehidupan kita jika manajemen stress dan konflik tidak berjalan baik. Atau, yang lebih ironi lagi apabila penulis sebagai individu yang sudah sembuh dari kegilaan berkata sebagai berikut.

“Keinginan yang paling waras dari orang gila adalah tidak ingin sembuh dari kegilaannya setelah melihat kegilaan-kegilaan orang waras.”


Bukankah premis itu adalah liang dialektika yang lucu sekaligus ironis?



Kepustakaan

Hawari, D. (2004). Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: PT. Prima Bakti Prima Yasa

Supratiknya, A. (!995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

Hidayat, B. (2007). Aku Sadar Aku Gila (Trilogi Pertama dari Trilogi Memoar Gilakah Aku?). Jakarta: Zikrul Hakim.




3 komentar:

Anonim mengatakan...

Saya sangat tertarik dengan masalah kejiwaan. Dua tahun yang lalu saya sempat di rawat dua kali di rumah sakit karena seperti ada yang mebetot jantung saya dan saya selalu merasa gravitasi bumi menarik diri saya ke sana kemari, sehingga saya merasa tidak seimbang. Saya menjalani terapi medis (syaraf) dan alternatif (NTS = Neuro Tendo Stimulasi), hasilnya lumayan membuat tubuh rileks.
Ada hal lain, ada sedikit kemampuan "indigo". Akhirnya saya berkonsultasi dengan seorang psikiater Dr. Tb. Erwin Kusumah, hasilnya saya perlu rileksasi karena saya mempunyai kemampuan "melihat ke depan" sesuatu yang belum terjadi, itu yang membuat saya "sakit" dan kadang-kadang menjadi seorang yang "gila"
Saya senang bisa berkenalan dengan anda.
Akhir-akhir ini saya sangat sibuk dengan pekerjaan, apabila anda berkenan saya ingin membeli buku anda. Terima kasih.

... mengatakan...

Senang bisa mendengarkan cerita Anda, Mas B. Saya kira ilmu pengetahuan masih terbatas untuk menjelaskan fenomena-fenomena tertentu, khususnya untuk memberikan pengobatan yang tepat. Moga Mas B. bisa memanajemen kemampuan itu dengan baik.

Tentang keinginan mas B. membeli buku saya, silakan buka situs buku yang saya kelola, yaitu DH online. ini alamatnya:

http://datukhitamonline.blogspot.com/

silakan lihat buku yang diinginkan dan ikuti langkah-langkah pemesanannya.

terima kasih, Mas B.
Bahril Hidayat

Anonim mengatakan...

saya sudah baca buku "Aku Sadar Aku Gila" karya Bapak. Awalnya saya ga mau baca, tapi setelah dipaksa ibu saya (bukunya dibelikan ibu saya) yang menganggap saya "butuh" buku ini untuk kuliah saya (saya kuliah psikologi juga saat ini), saya baca dan saya suka! Apalagi ternyata memang di satu mata kuliah dosen saya merekomendasikan buku Bapak ini sebagai salah satu referensi.

Saya sangat tertarik dengan pengalaman Bapak yang bisa sembuh lewat mimpi dan surat Ar-Rahman, yang kemudian membuat saya tertarik mengembangkan psikoterapi dengan surat Ar-Rahman, namun saya masih kesulitan dalam mendapatkan referensi lainnya, selain buku Bapak yang saya pakai sebagai acuan utama saya. Tapi saya ga bakal berhenti. Mohon doanya Pak.. :)


Pembelian Buku dan Produk Lainnya Melalui Bahril Hidayat

Pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat dapat dilakukan melalui email dan telepon ke ponselnya pada nomor 081918608195. Silakan menghubungi via email, sms, atau telepon untuk memastikan apakah buku yang dipesan masih ada atau tidak. Ongkos kirim disesuaikan dengan kota asal pembeli dari alamat suratnya (Yogyakarta). Untuk pembeli di wilayah Yogyakarta dapat membeli dan mengambil langsung ke alamat suratnya (lihat alamat penulis selama studi S2). Pembelian melalui Bahril Hidayat dibayarkan melalui rekening Bank Mandiri dan BCA.



Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat silakan klik dan buka Datuk Hitam Online dan bacalah bagian Pemesanan Buku Melalui DH Online.