Psikologi; Definisi Psikosis dan Abnormalitas

(1) Psikosismenggerogoti fungsi kesadaran (insight) intelektual, emosional, dan spiritual secara perlahan-lahan. Tak jarang gejala Psikosis muncul dari peningkatan suatu kesadaran (misal, intelektual) tapi diikuti oleh penurunan kesadaran lain (misal, emosional). Sebagian orang jenius justru mendapat pemikiran yang orisinil dan gemilang melalui tahap awal Psikotik tersebut. Kesadaran intelektual meningkat (misal, muncul teori atau temuan baru) namun kesadaran emosional-spiritual menurun (misal, delusion of grandeur; penurunan kemauan; penurunan naluriah). Tahap demi tahap itu berlangsung terus menerus hingga akhirnya penurunan tersebut mencapai keadaan distorsi mental yang luar biasa. Apabila kondisi itu sudah terjadi maka Psikosis berhasil menguasai seseorang. Pada saat itu individu telah kehilangan dirinya, yaitu hilangnya kesadaran intelektual, emosional, dan spiritual secara tidak masuk akal. Bahkan tidak masuk akal bagi penderita Psikotik lainnya, meski klasifikasi diagnosis tipe Psikosis (delusi dan halusinasi) mereka sama.


(2)
Eksistensi manusia terdiri atas tiga unsur, yaitu tubuh, pikiran, dan jiwa.
Tubuh membutuhkan asupan makanan (dan kebutuhan lain yang terikat pada hukum alam; fisika dan kimiawi; sunnatullah), pikiran membutuhkan sugesti positif (baik berupa simbol pikiran yang terobservasi, misalnya bicara, maupun tak terobservasi, yaitu proses berpikir), dan jiwa membutuhkan spiritualisme (pengetahuan teoritis dan perilaku praktis tentang kebenaran dan kebaikan). Jika manusia mampu berlaku adil kepada tiga unsur tersebut maka dia akan menemukan (esensi) potensi dirinya (sekalipun) yang tersembunyi. Sebaliknya, jika individu tidak mampu berbuat adil kepada tiga unsur itu maka dia telah memilih Psikosis sebagai tujuan hidup.


(3)
Salah satu ciri utama (gejala positif) gangguanPsikosis adalah delusi. Singkatnya, makna delusi sangat dekat dengan kesombongan. Jika dikaitkan dengan agama, proses dinamika delusi berjalan pada 3 tahap, unobserveable phase (ujub), preobserveable phase (riya') dan observeable phase (takabbur). Saya tidak menemukan delusi yang terbesar bagi seseorang selain dua hal. Pertama, meninggalkan kewajibannya sebagai hamba Allah pada ibadah fardhu (wajib). Kedua, berlaku sombong karena merasa banyak beribadah kepadaNya. Jika seseorang termasuk pada salah satu jenis di atas, maka dia hanya tinggal menunggu masa-masa datangnya gejala-gejala psikotik (pribadi yang terbelah) dalam hidupnya. Atau, jika Allah jauh lebih murka kepadaNya maka azab Allah di hari pembalasan jauh lebih pedih apabila dia meninggal dalam keadaan belum bertobat.

(4) Jika saya mengatakan halusinasi berasal dari dalam kepala saya maka saya berdusta. Apabila saya mengatakan halusinasi adalah suatu realitas yang berasal dari luar kepala (pikiran) saya maka saya berbohong. Halusinasi adalah suatu otoritas tertinggi bagi penderita Psikosis ibarat perintah seorang Jenderal kepada Kopral. Tepatnya, ibarat otoritas Tuhan kepada hambaNya. Oleh sebab itu, cobalah renungkan tingkat kesulitan kehidupan penderita Psikostik berdasarkan empati, bukan berdasarkan kepustakaan atau stigma negatif yang menempel di dalam persepsi dan pengetahuan kita. Demi Allah, empati dari lingkungan adalah salah satu faktor yang sangat membantu kesembuhan bagi penderita dibanding tumpukan buku di dalam kepala seorang terapis atau sekotak obat psikofarmakologis, sedangkan simpati adalah modalitas terapis untuk mendoakan kliennya ke hadapan Allah. Akhirnya, kita akan kehabisan argumen sebagai landasan untuk menertawakan (merendahkan; mencampakkan) penderita Psikotik kecuali apabila kita ingin terlihat lebih gila dibandingkan orang gila.


(5)
Batasan antara normal dan abnormal begitu tipis, begitu pun antara asadar dan supra-sadar. Seseorang seperti berjalan di jalan setapak yang harus terus berjuang untuk mengambil keputusan dalam hidupnya agar tak tergelincir ke dalam dunia yang tidak akan disukainya. Saya meyakini bahwa tak satu pun indikator yang sempurna sebagai landasan pengambilan keputusan selain Islam. Psikologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan untuk menjelaskan argumen terhadap indikator tersebut sampai seseorang tak lagi membutuhkan sedikit pun argumen. Lalu ia beralih kepada ilmu-ilmu lain dan akhirnya ia akan kelelahan jika hendak berargumen dengan ayat-ayat Allah. Pada akhirnya ia menyadari kalimat sami'na wa atha'na adalah jalan akhir menuju diam.




(Bahril Hidayat, 2007)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Nice...


Pembelian Buku dan Produk Lainnya Melalui Bahril Hidayat

Pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat dapat dilakukan melalui email dan telepon ke ponselnya pada nomor 081918608195. Silakan menghubungi via email, sms, atau telepon untuk memastikan apakah buku yang dipesan masih ada atau tidak. Ongkos kirim disesuaikan dengan kota asal pembeli dari alamat suratnya (Yogyakarta). Untuk pembeli di wilayah Yogyakarta dapat membeli dan mengambil langsung ke alamat suratnya (lihat alamat penulis selama studi S2). Pembelian melalui Bahril Hidayat dibayarkan melalui rekening Bank Mandiri dan BCA.



Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat silakan klik dan buka Datuk Hitam Online dan bacalah bagian Pemesanan Buku Melalui DH Online.