Pelatihan Intervensi Psikoreligiousitas Bagi Remaja Pengguna Narkoba

Pendekatan Psikoreligiousitas sebagai Penanganan Penyalah-guna Narkoba


Oleh:
Bahril Hidayat Lubis


Disampaikan Dalam Pelatihan Intervensi Psikoreligiousitas Bagi Remaja Pengguna Narkoba
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim
Pekanbaru-Riau
30 Mei 2009




Siapakah yang Termasuk Remaja?

Hurlock (1991) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun.

Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.

Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
2.
Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
3.
Remaja akhir: antara 17 hingga 22 tahun.


Menurut WHO, rentang usia remaja: 12-24 tahun.

Menurut BKKBN rentang usia remaja: 10-21 tahun.




Kenapa Remaja Rentan Menyalah-Gunakan Narkoba

Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.

Faktor Penyebab Lainnya:

1. Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.

2. Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.

3. Pengaruh intrapersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri,dll.

4. Cinta dan Hubungan Heteroseksual

5. Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua

6. Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama




Fakta:

Karakteristik pasien Napza persentase terbesar berumur 16-25 tahun, belum menikah, pendidikan tamat SLTP atau SLTA, dan berstatus pelajar/mahasiswa (Supardi, 1991).




Kategorisasi Abnormalitas Penyalah-Guna Napza Berdasarkan PPDGJ

F10,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol

F11,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan oploida

F12,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida

F13,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau hipnotika

F14,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain

F15,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain termasuk kafein

F16,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenika

F17,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau

F18,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah menguap

F19,-Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan zat psikoaktif lainnya




Pentingnya Pendekatan Religiousitas

Allport dan Ross (Nailuvar, 2003) mengemukakan bahwa orientasi religius adalah motivasi dan visi psikologis yang berkenaan dengan kehidupan beragama seseorang. Seseorang yang imannya kuat walau apapun yang terjadi tidak akan mengganggu atau mempengaruhi bahkan keimanan itu akan membawa ketentraman dan kebahagiaan hati (Widjanarko,1997).

Daradjat mengemukakan (1990), salah satu sikap keberagamaan remaja adalah percaya dengan kesadaran, artinya remaja mulai memilki kesadaran penuh akan rasa percaya pada agama yang dianutnya, bukan sekedar mengikuti tradisi. Remaja ingin menjadikan agama sebagai lapangan baru untuk membuktikan pribadinya. Remaja ingin beragama dengan landasan atau dasar yang kuat, mereka ingin beragama dengan kesadaran sendiri bukan karena ikut-ikutan (Nailuvar, 2003).

dikutip dari situs: http://indiegost.blogspot.com/2009/05/hubungan-antara-orientasi-religius.html



Intervensi

Pendekatan Individual dan Komunitas, baik yang bersifat preventif maupun kuratif.

Jenis Intervensi Psikoreligiousitas untuk Penanganan Penyalah-guna Napza

Terapi Psikoreligiousitas yang aplikatif bagi penyalah-guna/mantan penyalah-guna narkoba: Terapi Shalat, Dzikir, Hydrotherapy, Tadabbur Quran, Supportive Family, dan Modelling, dan Hijrah.



Intervensi: Mekanisme Kuratif dari Postur Tubuh Shalat (Chistiy dalam Lubis, 2002)


Postur I

a. Nama Sikap Tubuh adalah Niat.

Mengangkat tangan dengan telapak tangan yang terbuka, sampai di daerah telinga dan letakkan ibu jari di belakang daun telinga seraya mengucapkan Allahu Akbar (Allah Maha Besar).

b. Efek yang bermanfaat.

Tubuh merasa dibebaskan dari beban karena pembagian beban yang sama pada kedua kaki. Luruskan punggung sehingga memperbaiki sikap tubuh. Pikiran dikendalikan oleh akal budi. Pandangan dipertajam dengan memfokuskan pada lantai atau tempat sujud. Otot-otot punggung bagian atas dan bawah dilemaskan. Pusat otak bagian atas dan bawah dipadukan membentuk suatu kesatuan tujuan.


Postur II.

a. Nama Sikap Tubuh adalah Qiyam.

Yaitu membaca surat Al-Fatihah dan diikuti oleh bacaan surat-surat pendek dengan posisi tangan kanan diatas tangan kiri pada bagian puser.

b. Efek yang Bermanfaat.

Memperpanjang konsentrasi, menyebabkan pengendoran kaki dan punggung, menimbulkan perasaan kerendahan hati, kesederhanaan dan kesalehan. Dalam pembacaan ayat-ayat tadi benar-benar semua suara yang keluar dalam bahasa Arab yang diucapkan dapat merangsang penyebaran sembilan puluh sembilan nama Allah ke seluruh tubuh, pikiran dan jiwa pada tingkat yang terkendali. Getaran-getaran suara vokal panjang a, i, dan u merangsang jantung, kelenjar gondok (thyroid), kelenjar pineal, kelenjar bawah otak, kelenjar adrenal dan paru-paru sehingga membersihkan dan meringankan semua organ tersebut.


Postur III.

a. Sikap Tubuh disebut Ruku’.

Membungkuk pada pinggang, letakkan telapak tangan pada lutut dengan jari-jarinya direnggangkan. Punggung sejajar dengan lantai, sedemikian rupa sehingga kalau segelas air diletakkan di atasnya maka tidak akan tumpah. Mata memandang ke bawah, tepat kedepan. Jangan membengkokkan lutut.

b. Efek yang Bermanfaat.

Sepenuhnya melonggarkan otot-otot punggung bagian bawah paha dan betis. Darah dipompa kebatang tubuh bagian atas. Melonggarkan otot-otot perut, abdomen dan ginjal. Postur ini menimbulkan kepribadian serta menimbulkan kebaikan hati dan keselarasan batin.


Postur IV.

a. Sikap Tubuh disebut Qauma (I’tidal ).

Kembali ke posisi berdiri dan tangan di samping tubuh.

b. Efek yang bermanfaat.

Darah segar yang bergerak naik ke batang tubuh pada postur sebelumnya, kembali pada keadaan semula dengan membawa toksin—racun. Tubuh dalam keadaan rileks dan melepaskan ketegangan.



Postur V.

a. Sikap Tubuh disebut Sujud.

Letakkan kedua tangan diatas lutut lalu rendahkan tubuh secara pelan-pelan dan ringan ke posisi berlutut. Kemudian sentuhkan kepala dan tangan ke lantai. Tujuh bagian tubuh berikut ini harus menyentuh lantai, yaitu dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.

b. Efek yang Bermanfaat.

Lutut yang membentuk sudut yang tepat memungkinkan otot-otot perut berkembang. Menambah aliran darah ke bagian atas tubuh, terutama kepala (termasuk mata, telinga dan hidung) serta paru-paru. Memungkinkan toksin-toksin mental di bersihkan oleh darah. Mempertahankan posisi yang benar dari janin pada wanita hamil. Mengurangi tekanan darah tinggi, menambah elasitisitas tulang-tulang sendi. Menghilangkan egoisme dan kesombongan. Meningkatkan kesadaran dan kesabaran kepada Allah. Menghasilkan energi batin di seluruh tubuh. Postur yang menunjukkan ketundukan dan kerendahan hati yang tertinggi ini adalah esensi dari shalat.


Postur VI.

a. Sikap Tubuh disebut Qu’ud atau Duduk antara dua Sujud.

Bagi laki-laki tumit kaki kanan dilekuk dan bobot kaki serta bagian tubuh bertumpu pada tumit kaki tersebut. Bagi wanita kedua kaki disatukan di bawah tubuhnya.

b. Efek yang Bermanfaat.

Bagi laki-laki, sikap ini membantu menghilangkan sifat toksin/racun pada hati dan merangsang gerakan peristaltik usus besar. Untuk perempuan, pada saat ini tubuh kembali ke posisi pengendoran yang lebih besar dan postur ini membantu pencernaan dengan mendesak turun isi perut.


Postur VII

a. Sikap Tubuh disebut Sujud/ pengulangan postur V.

b. Efek yang Bermanfaat.

Pengulangan sujud yang lama dalam beberapa detik membersihkan sistem pernafasan, sistem peredaran darah dan syaraf. Merasakan keringanan tubuh dan kegembiraan emosional. Penyebaran oksigen ke seluruh tubuh. Menyeimbangkan sistem simpatik dan para simpatik.



Intervensi: Hydrotherapy

Hydrotherapy

- Mandi

Kebersihan diri dan menstimulasi kerja sistem syaraf. Efektif diterapkan di Suryalaya, Jawa Barat.

- Menjaga Wudhu

Terapi wudhu merupakan terapi tambahan untuk mengembalikan kesegaran fisiologis dan menstimulasi fungsi kognitif subjek. Wudhu yang dijalankan dengan penuh kesungguhan, khusu’, tepat, ikhlas dan kontinu, diduga dapat menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan mengefektifkan coping. Respon emosi positif (positive thinking) dapat menghindarkan reaksi stress (Rehata dalam Musbikin, 2008). Pada bagian akhir, usapkan air pada wilayah tengkuk dengan pijatan yang lembut, secukupnya.



Intervensi: Dzikir


Beberapa manfaat dzikir bagi kesehatan jiwa dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Menjaga alam kejiwaan dari dorongan-dorongan negatif.

2. Perjanjian kepada Allah swt. untuk senantiasa mengakui keberadaan-Nya dalam setiap relung hati seorang hamba.

3. Menjadikan hati senantiasa waspada dan taat (wara’).

4. Melatih konsentrasi terhadap suatu hal.

5. Sugesti-diri agar menjadi lebih percaya diri.

6. Menanamkan rasa rendah hati.

7. Menciptakan rasa tawakal kepada Allah swt.



Intervensi: Tadabbur Quran


Upaya mempelajari dan memahami makna ayat-ayat al-Qur’an adalah metode Islami lainnya yang sangat efektif. Membaca al-Qur’an 3 ayat dengan memahami artinya jauh lebih efektif bagi proses kuratif dibandingkan membaca 30 ayat al-Qur’an tetapi tidak memahami artinya.

Pilih ayat-ayat favorit dari Quran untuk membentuk pola kognitif yang baik dan mengambil hikmah dari sebuah peristiwa buruk/musibah. Misalnya, Quran Surah alBaqarah 216, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal dia baik untukmu, boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal dia buruk untukmu. Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak tahu apa-apa.”

Tadabbur Quran penting sebagai modalitas filosofis untuk memperbaiki cara pandang dalam memaknai peristiwa. Gunakan kombinasi Terapi Kognitif (misal RET) dalam penerapannya.



Intervensi: Supportive Family
dan Modelling

Supportive Family

Beri pengertian kepada keluarga tentang peran penting keluarga dalam mengembalikan fungsi, tanggung-jawab, dan kesembuhan penyalah-guna napza. Penelitian menunjukkan pengabaian orang tua akan kepribadian, kebutuhan, dan kemampuan anak akan membuatnya 'lari' kepada temannya. Dan, terbukalah peluang anak terpengaruh napza (Adiningsih, 2002).

Modelling (uswatun hasanah)

- Ajukan atau tunjukkan contoh konkrit tentang keberhasilan mantan pengguna napza kepada penyalah-guna yang masih aktif.

- Hadirkan mantan penyalah-guna dalam berbagai program rehabilitasi; intervensi.

- Memutar film atau bedah buku yang berisikan tentang kisah nyata para mantan penyalah-guna yang sudah berhasil keluar dari dunia adiksi.




Intervensi: Hijrah

Hasil penelitian Dadang Hawari (Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Penyalahgunaan Zat, 1990) memperlihatkan bahwa 81,3% pengguna napza karena pengaruh teman. Jadi, jika seorang penyalah-guna napza tidak meninggalkan (hijrah) lingkungan lamanya, maka besar kemungkinan dia akan kembali menggunakan napza.

Ginarni (2009) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan pada penyalahgunaan NAPZA adalah faktor teman pengguna, sugesti dan stress, sedangkan faktor yang paling utama, yaitu orang atau teman.




Daftar Pustaka

Adiningsih, N., U. 2002. Memberantas Napza dengan Ketahanan Keluarga. Media Indonesia Selasa, 12 November 2002

Caplin, J, P. 1999.Kamus Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hawari, D. 1999. Al-Qur’an: Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta.

Hurlock, E.B. (1991). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Lubis, B, H. 2002. Dialektika Psikologi dan Pandangan Islam. Unri Press: Pekanbaru.

----------------1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.






Tidak ada komentar:


Pembelian Buku dan Produk Lainnya Melalui Bahril Hidayat

Pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat dapat dilakukan melalui email dan telepon ke ponselnya pada nomor 081918608195. Silakan menghubungi via email, sms, atau telepon untuk memastikan apakah buku yang dipesan masih ada atau tidak. Ongkos kirim disesuaikan dengan kota asal pembeli dari alamat suratnya (Yogyakarta). Untuk pembeli di wilayah Yogyakarta dapat membeli dan mengambil langsung ke alamat suratnya (lihat alamat penulis selama studi S2). Pembelian melalui Bahril Hidayat dibayarkan melalui rekening Bank Mandiri dan BCA.



Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat silakan klik dan buka Datuk Hitam Online dan bacalah bagian Pemesanan Buku Melalui DH Online.