Bedah Buku Aku Tahu Aku Gila

Benarkah Bahril Gila?

H. Fuad Nashori, S.Psi, M.Si, Psikolog

Tulisan ini dibuat untuk Bedah Buku “Aku Tahu Aku Gila” karya Bahril Hidayat yang diselenggarakan PP Asosiasi Psikologi Islami dan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII, di AuditoriumFakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII, 7 Mei 2007




Pengantar


Buku yang berjudul “Aku Tahu Aku Gila” ini dikirimkan Bahril Hidayat kepada saya kira-kira pertengahan Maret 2007. Begitu menerimanya, saya langsung membacanya di kampus dengan penuh antusiasme. Di rumah pun, di antara kesibukan membantu istri menemani anak-anak, saya sempatkan membaca buku itu. Lebih kurang pukul 20.00 saya sms Bahril bahwa saya telah menyelesaikan pembacaan atas memoar yang mengasyikkan hati ini.

Benar adanya, buku yang sesungguhnya naskahnya saya terima lebih kurang satu tahun yang lalu –namun tidak sempat saya baca secara serius itu—sungguh menarik. Tidak seperti buku yang ditulis oleh para penderita schizophenia lainnya yang penuh hayalan, buku ini sungguh mendarat, realistis, dan tidak menunjukkan penulisnya adalah seseorang yang mengalami banyak halusinasi. Kadang saya berpikir jangan-jangan Bahril memang tidak pernah mengalami schizophrenia. Kalau pun pernah, rasanya kok saya tidak melihatnya sama sekali pada saat ini.

Sedikit tentang Schizophrenia
Ciri utama schizophrenia adalah keterputusan dengan realitas. Penderitanya merasa seakan-akan ada orang lain yang berada di dekatnya. Ada suara-suara yang sering didengarnya, baik berisi perintah atau larangan. Suara-suara itu sering mengejek, melecehkan, dan sejenisnya. Contoh suara itu dapat ditemukan di halaman 31: “Ha ha ha ... lihatlah dirimu. Malu-maluin aja. Coba kamu lihat dia. Ha ha ha ...”. Suara yang lain berkata: “Iya bahkan dokternya saja mengejek. Bukan malah mendukungnya. Ha ha ha ...”. Kadang-kadang suara itu begitu luar biasa. Bahkan juga memerintahkan si penderita bunuh diri.

Bahril juga mengalami hal yang sama. Bukan hanya mendengar suara. Penderita juga melihat hal-hal yang tidak biasa dilihat oleh orang biasa. Kadang yang bersangkutan melihat seseorang atau sejumlah orang yang lewat, namun orang lain tak melihatnya. Semua itu adalah pandangan psikologi Barat tentang orang-orang yang mengalami schizophrenia.

Antara Halusinasi dan Kebenaran
Di dalam buku ini, Bahril menceritakan sebuah mimpinya yang luar biasa. Bahril melihat seorang laki-laki yang berani berkata: Barangsiapa menyembah Muhammad, Muhammad telah mati. Barangsiapa menyembah Allah, Allah tidak pernah mati. Mendengar ungkapan itu, Bahril terisak menangis sedih. Dan, tiba-tiba ada suara yang sampai di telinga kanannya: “Bahril, lanjutkan tugas Nabi. Berdakwahlah!” Apa yang dilihat dan didengar dalam mimpi itu adalah halusinasi? Seorang ustadz menjawab tidak benar. Ia berkata sebaliknya, benar bahwa itu adalah mimpi yang benar (al-ru’ya al-shadiqah). Sementara psikiater yang menangani Bahril menjawab: “Kamu jangan percaya mimpi itu. Itu bagian dari gejala penyakit kamu!”

Pertanyaan yang dapat diajukan, apakah yang dilihat dan didengar dalam mimpi itu adalah mimpi sebagian ungkapan halusinasi atau kebenaran yang diperoleh melalui mimpi?

Itu Adalah Kebenaran
Dalam diskusi yang membahas tentang buku Bahril Hidayat yang diselenggarakan Masjid Syuhada pada ahad, 25 Februari 2007, pukul 09.00-12.00 WIB, saya mendapat pertanyaan yang sejenis: apakah ide-ide yang diperoleh Bahril Hidayat adalah sejenis ilham ataukah halusinasi seorang schizophren?

Dalam sufisme ada konsep fana atau trance atau supra sadar. Ibnu Araby membuat beberapa karya terbaiknya dalam keadaan fana. Apa Bahril juga demikian? Dalam keadaan demikian, ada pengalaman termasuk ide yang orisinal.

Orang-orang yang mengkonsumsi narkoba dan orang-orang yang banyak berzkir dapat mengalami trance seperti ini. Ide-ide mengalir deras. Hal yang sejenis juga terjadi pada seniman dan filosof di mana dengan membiarkan dirinya tidak terawat (menghayati peran sebagai seniman misalnya dengan tidak mandi beberapa hari) mereka justru mendapat ide-ide yang luar biasa.

Ibnu Sina adalah contoh seseorang yang memperoleh ilham melalui mimpi. Dalam mimpi itu, tiba-tiba ada ide yang memecahkan persoalan-persoalan konseptual-filosofis yang ditemukan Ibnu Sina dalam keadaan sadar. Orang-orang yang menerima ide (saat sadar atau tidur) dalam kondisi trance dapat digambarkan sebagai orang yang memiliki lorong atau jalan lain menuju Tuhan. Saya rasa Bahril telah mengembangkan adanya lorong menuju Tuhan ini, yang dia bangun melalui dzikir-dzikirnya.

Sebagaimana Ibnu Sina, mencermati kehidupan Bahril, saya berani mengatakan bahwa mimpi yang dialami Bahril adalah sesuatu yang diperolehnya dalam keadaan trance di alam tidur. Keadaan trance Bahril ini juga dirasakan Bahril dalam keadaan terjaga. Ada sejenis halusinasi positif, istilah yang diperoleh Bahril untuk menggambarkan realitas yang memiliki kebenaran yang diterimanya.

Keyakinan saya ini didasarkan pada situasi yang melingkungi Bahril yang mirip dengan situasi yang melingkungi Ibnu Sina, yaitu ketika ia banyak berdzikir. Bahril, sebagaimana dapat kita rasakan dalam berbagai cerita dalam buku ini maupun dalam kehidupan sehari-hari banyak mengalami situasi trance. Lorong menuju kebenaran hakikat.

Konfirmasi Lain
Ada dua hal yang saya rasa dapat dipakai untuk mengkonfirmasi keadaan Bahril saat ini. Yang pertama adalah kemampuannya untuk fokus pada topik pembicaraan. Saya sudah coba berbicara cukup lama dengan Bahril dalam beberapa hari terakhir ini. Yang saya temukan bukanlah seseorang yang tiba-tiba nglantur dalam berbicara, tapi seseorang yang memiliki kesadaran diri sangat baik, yang berbicara dengan fokus pada tema pembicaraan. Ini pertanda Bahril telah pulih.

Konfirmasi yang lain adalah isi cerita dalam buku Aku Tahu Aku Gila yang berkaitan dengan apa yang saya alami. Bahril menuliskan secara lengkap pembicaraan diri dan ayahnya dan saya saat akhir-akhir masa kuliah. Anda dapat membacanya secara lengkap di halaman 76-83. Bahril bercerita tentang kehadirannya bersama ayahnya ke ruangan saya di dekanat. Apa yang diceritakan sangat detil dan betul semuanya, kecuali mengenai minuman yang saya tawarkan: “Mau minum apa Pak? Yang manis-manis?”

Berdakwah Melalui Pena yang Tajam
Sebenarnya tidak menjadi hal yang pokok, apakah Bahril gila atau tidak. Yang penting adalah apa yang dapat Bahril perbuat untuk kehidupan ini. Saya ingin mengutip pendapat seorang peserta bedah buku DATUK HITAM yang diselenggarakan Masjid Syuhada. “Sekalipun sakit dan dalam tahap penyembuhan, Saudara Bahril tetap harus bersyukur karena Allah memberikan kelebihan berupa pena yang tajam. Bagi saya Bahril bukan hanya sarjana psikologi, tapi seorang budayawan dan bahkan juga memiliki gagasan ekonomis dan hukum yang cukup bagus terutama dalam cerita Jembatan Manusia (ekonomis) dan Alat Deteksi Kebohongan (hukum) sebagaimana bisa kita baca dalam buku DATUK HITAM.

Saat itu, komentar saya sebagai pembicara adalah berikut ini: “Alhamdulillah. Semoga Bahril dapat menggunakan kelebihan yang Allah berikan ini dengan sebaik-baiknya. Akan saya sampaikan kepadanya.” Harapan saya jelas. Bahril dapat menggunakan kemampuan berimajinasi dan berargumentasi yang sangat baik ini.

Saya rasa Saudara Bahril dapat menulis puluhan bahkan ratusan buku untuk kita. Modal imajinasi dan argumentasi ini sungguh modal yang sangat penting.

Secara khusus saya bermaksud memberi masukan kepada Bahril mengenai rangkaian memoarnya. Setelah beberapa hari terakhir ini saya terus mengamati mas Bahril, saya ingin memberi masukan kepadanya. Kira-kira seminggu lalu ia datang ke Yogya. Di sini, Bahril saya rasa memperoleh berbagai pengalaman untuk memoar ketiganya: Aku Bersyukur Aku Gila. Saya usulkan agar di buku memoar yang ketiga ini Bahril banyak menyoroti “aspek positif” dari schizophrenia yang pernah dialami. Sebagai orang yang mengalami penyakit yang berat, ia dapat membantu orang lain. Membantu orang lain yang mengalami masalah yang sama atau relatif ringan adalah wujud rasa syukur. Saya tunggu memoar ketiga Saudara Bahril.



Tidak ada komentar:


Pembelian Buku dan Produk Lainnya Melalui Bahril Hidayat

Pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat dapat dilakukan melalui email dan telepon ke ponselnya pada nomor 081918608195. Silakan menghubungi via email, sms, atau telepon untuk memastikan apakah buku yang dipesan masih ada atau tidak. Ongkos kirim disesuaikan dengan kota asal pembeli dari alamat suratnya (Yogyakarta). Untuk pembeli di wilayah Yogyakarta dapat membeli dan mengambil langsung ke alamat suratnya (lihat alamat penulis selama studi S2). Pembelian melalui Bahril Hidayat dibayarkan melalui rekening Bank Mandiri dan BCA.



Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat silakan klik dan buka Datuk Hitam Online dan bacalah bagian Pemesanan Buku Melalui DH Online.