Sastra

Serpihan Kumpulan Puisi Musafir di Dalam Batu, 2008




Dunia Pecinta

Apabila sesuatu yang ada atau wujud mengakibatkan seseorang menangis dan tertawa di waktu yang sama, segeralah duduk dan dengarkan dia yang mabuk cinta




(1) Batu

telah aku coba berwujud semut

menerjang arus dihantam gelombang
tak sesuatu pun di hati selain kalut
tubuh lelah pada rentang yang panjang

lalu aku menjadi daun

ikuti permukaan aliran sungai
kemana arah laguku melantun
coba nikmati perih di hati

sekali waktu duhai cinta

daun itu tak sengaja tenggelam
kelopak mata terkesiap manja
melihat sekumpulan batu yang diam

daun berdebar dan terkesima

pinta dan mohon supaya tenggelam
bersama batu-batu yang digerus Cinta

semata pisahkan padat dan cair

hingga keras dan kasar tak lagi terukir

(Rumah Asri Istriku, Tebing Tinggi, 2007)





(7) Kebenaran

apalah kerisauan setangkai mawar

kecuali harum menusuk yang coba menciumnya
lalu diam menunggu saat untuk layu
tanpa satu pun yang tulus menangisi

entah air mata sudah habis terkuras

atau senyum sinis melihat tingkah lucu kita
sendiri dan tenggelam di dunia ilusi yang asing
dengan setangkup misteri berwajah api

hei mawar merah yang sepi!

kau ada meski kau tak sadar ada
engkau yang mereka sebut gila!

kadang kita serupa badut

riuh tawa di ketiak amarah mereka

kadang kita ibarat sumur

air dikuras tanpa riak syukur

aku ingin minum dari bibirmu

buyarkan dahaga dalam kulum lidahmu
nikmati tawa di selaput duka
agar mengerti kita pernah ada

kadang kita sadar di pusaran alam tak sadar

sekadar mengakui diri memang tak sama
di antara ribuan kumbang yang lebih gila

tapi

biarkan merahmu menyilaukan mata
tancapkan durimu menyengat nafsu
hingga wangimu menyerbak dunia
sampai waktu yang ditunggu itu tiba

meski hanya kematian yang mampu menyingkap tabir itu

kebenaran…

(Ijmal fi majnun, Jogja, Juni 2007)






(33) Rindu


Kerinduan adalah cabang dari cinta
Rindu ibarat kelopak-kelopak Melati yang melepuh karena terbakar sinar Matahari
atau bak gemeletuk geraham sebab dinginnya hamparan salju.
Nun, rindu seringkali menciptakan badai yang seakan ingin menyapu kehidupan
atau gemuruh gunung sebelum sang angkuh itu memuntahkan lava.
Ia perintahkan waktu berjalan lambat, seakan detik enggan bertemu menit,
menit dan jam hening di dalam ruang waktu,
dan hari tak ingin mengenal lusa

Akhirnya,
Rindu mengantarkan manusia ke dalam tiga dimensi
Kebekuan saat mencoba berpegangan pada tangan yang lain,
kehampaan sebelum bertemu kekasihnya, dan
ketiadaan setelah berada di dalam pelukan yang ia cintai

(Wajah-Wajah Lelah, Tiga)





(39) Di Palung Samudera

terpa angin melumuri wajah

sang musafir susuri langkah
menuju tabir jalan yang retak
ia keluar dari tepi geladak

bahtera bersandar sekejap mata

meski sudah di batas samudera
tapi saatnya mengumpul bekal
singgahi daratan yang terjal

sang musafir tercenung sedih

puing-puing sisa gempa bumi
menyiksa mata menggores hati
ia termenung di dekap perih

lalu ia biarkan kaki melangkah

tatap melekat di gugusan sawah
lihat dua ibu riang bercengkerama
tertawa lepas setelah penat bekerja

dan…


fffuuuuhhh…

terompet bahtera sudah berbunyi
awak kapal angkat sauh
ia mengejar setengah berlari

sang musafir masih merenung

sedang bahtera siap berlayar
lintasi pantai dan ombak yang besar
memaksa awaknya terus mendayung

ombak menggulung sirami pantai

menggiring air menyapu butiran pasir
lalu segala penuhi palung samudera
tapi ditebar lagi di tepi laut lainnya

saatnya pasang, tapi pasti akan surut

itulah gelombang yang menghempas hidup

hmmm…

gumam sang musafir
di buritan bahtera
ia menunduk paham

akhirnya

bahtera menatah ia ke tengah lautan
seiring bisik lirih yang hampir melepuh
jika ingin mencapai ketenangan samudera
mestilah ombak menghempas palung jiwa

(Parang Tritis, 2007)



3 komentar:

Anonim mengatakan...

hey....
aku suka dengan bait-bait puisi yang kamu buat...
aku suka baca..aku suka menulis tapi aku takut buat berekspresi dalam sebuah karya. aku punya teman yang menawariku bekerja sama buat sebuah buku tapi aku takut buat memulai..
semoga kamu berkenan membagi ilmumu padaku

... mengatakan...

tentu kita bisa sharing, tapi bagaimana caranya?
Kamu nggak tinggalin ID apapun..
tinggalin KTP, Paspor, atau apa kek??

hehehehe...
just kiddin.

thanks for ur compliment.

Anonim mengatakan...

Mas, gadis kecil yang cerewet, perajuk dan tengil ini mo ngasih komen!!!

aku dah baca puisimu, yg api dan angin itu. Susah kali... hmm... ntar kubaca ulang2 deh.

Cinta itu emang gitu ya, penuh energi. Hasilnya sekumpulan puisi yang manis sekaliy...

walaupun aku ga sepenuhnya paham.
ahahahhaa....

tapi aku akan berusahaaaaaaa!


Pembelian Buku dan Produk Lainnya Melalui Bahril Hidayat

Pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat dapat dilakukan melalui email dan telepon ke ponselnya pada nomor 081918608195. Silakan menghubungi via email, sms, atau telepon untuk memastikan apakah buku yang dipesan masih ada atau tidak. Ongkos kirim disesuaikan dengan kota asal pembeli dari alamat suratnya (Yogyakarta). Untuk pembeli di wilayah Yogyakarta dapat membeli dan mengambil langsung ke alamat suratnya (lihat alamat penulis selama studi S2). Pembelian melalui Bahril Hidayat dibayarkan melalui rekening Bank Mandiri dan BCA.



Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pembelian buku dan produk lainnya melalui Bahril Hidayat silakan klik dan buka Datuk Hitam Online dan bacalah bagian Pemesanan Buku Melalui DH Online.